Crypto
Efek Larangan Kripto, Nasabah FTX Dari 49 Negara Terancam Tidak Dapat Kompensasi

New York – Proses kebangkrutan bursa kripto FTX memasuki fase krusial, dan nasabah dari 49 negara kini terancam tidak mendapatkan kompensasi. Hal ini disebabkan oleh adanya regulasi domestik yang membatasi aktivitas kripto, termasuk pembatasan akses, pelarangan, serta kendala verifikasi identitas lintas negara.
Dalam laporan pengadilan kebangkrutan FTX yang dirilis pada awal Juli 2025, tim likuidator mengungkapkan bahwa negara-negara dengan larangan kripto total atau parsial tidak akan bisa menerima distribusi dana karena potensi pelanggaran hukum internasional. Beberapa negara yang disebut dalam laporan termasuk China, Afghanistan, Mesir, dan Irak—yang semuanya memiliki pembatasan ketat terhadap aset digital.
Sumber: Dokumen pengadilan Southern District of New York, FTX Bankruptcy Filing No. 22-11068, update per 3 Juli 2025.

Analisa: Kerugian Ganda dan Tantangan Regulasi Global
Situasi ini mencerminkan lemahnya harmonisasi regulasi global atas aset digital. Para nasabah dari negara-negara tersebut mengalami “kerugian ganda”: pertama karena kehilangan dana akibat runtuhnya FTX, kedua karena sistem hukum negaranya menghambat proses klaim. Ini menciptakan preseden buruk dalam kasus internasional lainnya jika tidak segera diatasi.
Menurut analis hukum kripto dari Chainalysis, Anna Lee, “Masalah utama bukan hanya pada legalitas distribusi dana, tapi juga pada absennya framework internasional yang bisa menjembatani yurisdiksi konflik dalam urusan aset digital.”
Tanpa kolaborasi antara negara dan penyusun kebijakan global, kasus FTX bisa menjadi pelajaran pahit bagi investor kripto di seluruh dunia.